Profil Hutan Pendidikan Gunung Walat:

a. Sejarah

b. Kondisi Umum

c. Visi Misi

d. Struktur Organisasi

Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW) seluas 359 ha terletak di Kecamatan Cibadak dan Cicantayan, Kabupaten Sukabumi, berjarak sekitar 50 km dari Bogor. HPGW adalah kawasan hutan Negara yang ditetapkan oleh Menteri Kehutanan melalui SK Menhut No. 188/Menhut-II/2005 Jo SK Menhut No. 702/Menhut-II/2009 sebagai Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus (KHDTK) sebagai Hutan Pendidikan dan Pelatihan yang pengelolaannya diserahkan kepada Fakultas Kehutanan IPB.

HPGW dikelola oleh Fakultas kehutanan IPB sejak tahun 1968, dimana pada awalnya merupakan suatu enclave yang dikelilingi oleh desa dan kebun-kebun masyarakat. Pada saat itu, kawasan hutan Gunung Walat merupakan lahan terlantar, sebagian besar berupa semak belukar dan lahan terbuka dengan tegakan agathis beberapa hektar saja. Sejak dikelola oleh Fakultas Kehutanan IPB, dilakukan penanaman secara bertahap yang melibatkan mahasiswa dan masyarakat setempat. Tahun 1980 seluruh kawasan telah selesai ditanami dan terus tumbuh menjadi hutan yang lebat. Hasil inventarisasi tegakan pada tahun 2011 menunjukkan bahwa HPGW memiliki potensi kayu sebesar 398,55 m3/ha (atau total volume 143,079.45 m3), potensi biomassa sebesar 198,32 ton/ha (atau total biomassa 71,196.88 ton), dan potensi simpanan karbon sebesar 93,21 ton/ha (atau total simpanan karbon 33,462.39 ton).

Saat ini, penutupan hutan di HPGW telah mencapai lebih dari 95 % dengan berbagai jenis pohon, yaitu damar (Agathis lorantifolia), pinus (Pinus merkusii), puspa (Schima wallichii), kayu afrika (maesopsis eminii), mahoni (Swietenia macrophylla), rasamala (Altingia excelsa), sonokeling (Dalbergia latifolia), Gliricidae sp, sengon (Paraserianthes falcataria), meranti (Shorea sp), dan mangium (Acacia mangium).

Dengan keberadaan hutan yang baik itu, di dalam kawasan HPGW juga muncul sekurangnya 7 tempat sumber air yang mengalir sepanjang tahun yang bermanfaat untuk memenuhi kebutuhan air HPGW dan masyarakat sekitar, serta mengairi lahan pertanian/persawahan. Karena di HPGW tidak dilakukan penjarangan dan penebangan, maka tegakan hutan tanaman ini berkembang menjadi hutan campuran menyerupai hutan alam (close to a natural forest).

Di areal HPGW terdapat beraneka ragam jenis satwa liar yang meliputi jenis-jenis mamalia, reptilia, burung, dan ikan. Dari kelompok jenis mamalia terdapat babi hutan (Sus scrofa), monyet ekor panjang (Macaca fascicularis), kelinci liar (Nesolagus sp), meong congkok (Felis bengalensis), tupai (Callociurus sp.J), trenggiling (Manis javanica), musang (Paradoxurus hermaphroditic). Dari kelompok jenis burung (Aves) terdapat sekitar 83 jenis burung, antara lain Elang Jawa, Emprit, Kutilang dll. Jenis-jenis reptilia antara lain biawak, ular, bunglon.

MODEL PENGELOLAAN

Sebagai hutan pendidikan, HPGW memiliki visi “Terwujudnya Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW) sebagai media implementasi Tridharma Perguruan Tinggi Fakultas Kehutanan IPB bertaraf internasional bagi pengelolaan hutan lestari”.

Untuk mencapai visi tersebut dikembangkan tiga dimensi manajemen/kelola yang diselenggarakan secara terintegrasi, yakni : Kelola Sumberdaya Hutan, Kelola Pelayanan Tridharma, dan Kelola Usaha.

HPGW berusaha menerapkan konsep Pengelolaan Hutan Lestari untuk Hutan Skala Kecil (Sustainable Small Scale Forest Management – SSSFM), tanpa menebang dengan mengandalkan NTFP dan jasa lingkungan. Konsep SFM berupaya diterapkan dalam arti yang sebenar-benarnya, sehingga dalam jangka panjang kelestarian hutan dapat mendukung kelestarian pengelolaannya (Sustainable Management of Forest – SMF).

KINERJA SSSFM DAN SSSMF

  1. Kelola Sumberdaya Hutan, meliputi : kelola produksi/ekonomi, kelola ekologi, dan kelola sosial.
  2. Kelola produksi meliputi pembinaan SDH (penanaman dan pemeliharaan tegakan) dan pemanfaatan hasil hutan non kayu berupa getah pinus (produksi 100 – 150 ton/tahun) dan getah kopal (produksi 10 – 20 ton/tahun).
  3. Kelola sosial meliputi: pelibatan masyarakat sekitar HPGW sebagai penyadap getah (40 KK), agroforestri (15 KK), pembagian bibit hutan rakyat, dll.
  4. Kelola ekologi: kebijakan tidak menebang, pengelolaan sumber air untuk masyarakat, dll.
  5. Kelola Pelayanan Tridharma, meliputi fasilitasi penyelenggaraan pendidikan, penelitian, dan pengabdian pada masyarakat.
  6. Dalam bidang pendidikan dan penelitian, HPGW telah menjadi tempat praktek, field trip, penelitian, mahasiswa dari dalam dan luar negeri (Jerman, Korea, Jepang, USA, Malaysia, dll.), dan berbagai kegiatan pelatihan.
  7. Kegiatan pengabdian pada masyarakat diintegrasikan dengan kelola sosial.
  8. Kelola Usaha, meliputi usaha yang berbasis kepada pemanfaatan hasil hutan bukan kayu (Non Timber Forest Product, NTFP), jasa lingkungan (carbon trading, wisata), dan jasa pendidikan dan pelatihan.
  9. Kelola usaha NTFP sementara ini adalah pemasaran getah pinus dan kopal.
  10. Program wisata yang dikembangkan adalah wisata berbasis pendidikan lingkungan, wisata berbasis sport (outbond, mountain bike, tracking, caving), wisata berbasis budaya tradisional masyarakat sekitar.
  11. Carbon trading dengan skema voluntary dengan jangka waktu tertentu dengan perusahaan multinasional :
  • a. TOSO Company Limited dari Jepang & PT. TOSO Industry Indonesia, menanam 13.300 pohon pinus & agathis (2009 – 2024) untuk peningkatan serapan karbon.
  • b. ConocoPhillips Indonesia, menanam 7.000 pohon pinus, agathis, kopi, dsb. (2009 – 2014) untuk peningkatan serapan karbon dalam rangka memperingati hari lingkungan hidup sedunia.
  • c. NYK Group Japan, menanam 2600 pohon buah & pinus (2009 – 2013) untuk peningkatan serapan karbon.

Saat ini HPGW telah berkembang menjadi model pengelolaan hutan skala kecil yang mandiri dan berkelanjutan berbasis pengelolaan hasil hutan bukan kayu (NTFP) dan jasa lingkungan. Pendapatan usaha HPGW didapat 54% dari NTFP dan 46% dari jasa lingkungan, penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan. Secara finansial HPGW telah mampu melepaskan ketergantungan finansial dari anggaran pemerintah atau institusi fakultas, bahkan telah mampu memberikan kontribusi subsidi kepada penyelenggaraan kegiatan tridharma bagi mahasiswa, siswa-siswa sekolah, dan masyarakat umum.

Kenyataan ini memberikan keyakinan bahwa :

  • a. Pengelolaan hutan lestari tidak harus dalam skala yang luas.
  • b. Nilai ekonomi hutan diluar kayu dapat diandalkan untuk mendukung keberlanjutan sumberdaya hutan (SSSFM) dan pengelolaan hutan (SSSMF).
  • c. Konservasi/ekologi dan ekonomi bukan hal yang bertentangan, namun dapat diselaraskan melalui desain pengelolaan yang tepat.