Pelatihan Budidaya Kaliandra oleh PT Sosiopreneur Demi Indonesia (SDI) - Jawa Post Nasional

Gunung Walat, Sukabumi – Pelatihan Budidaya Kaliandra oleh PT Sosiopreneur Demi Indonesia (anak perusahaan Jawa Post Nasional) tanggal 15 – 17 September 2014 di Hutan Pendidikan Gunung Walat, Sukabumi.

Berguru Ilmu Budidaya Kaliandra Merah dan Ternak Lebah Madu di Gunung Walat Sukabumi

Berkalori Tinggi, Kaliandra Dijadikan Wood Pellet dan Bahan Bakar Pembangkit Listrik

Menindaklanjuti Gerakan Sosiopreneur Demi Indonesia (GSDI) yang digagas oleh Dahlan Iskan, seluruh calon Manager Proyek Perkebunan Kaliandra Terpadu dari sejumlah anggota grup Jawa Pos dari seluruh Indonesia dilatih di Jakarta dan di Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW) Sukabumi-Jawa Barat, 15-18 September lalu.

Potensi tanaman Kaliandra Merah atau Calliandra calothyrsus memang sangat menarik.Tanaman jenis perdu yang sering dianggap sebagai gulma atau tanaman pengganggu ini justru mengandung biomass atau kalori yang cukup tinggi. Bahkan dari hasil studi penelitian, menyebutkan bahwa dalam 1 kg Kaliandra ini mengandung 4.200 kalori dalam bentuk wood chip (cacahan kayu) belum lagi kalau dibuat pellet.

Potensi kalori yang cukup tinggi dari Kaliandra ini, nampaknya membuat Dahlan Iskan,  pendiri Jawa Pos yang juga Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) saat ini, beren­cana untuk mengembangkan tanaman  ini sebagai bahan bakar pengganti batu bara untuk Pembangkit Listrik. Kaliandra ini dinilai cocok untuk dikembangkan di daerah-daerah terpencil, terisolir, pulau-pulau terluar di seluruh Indonesia, khusus untuk wilayah yang dalam waktu 10 tahun ke depan belum bisa terlayani oleh PLN (Perusahaan Listrik Negara). Termasuk di beberapa wilayah di Papua dan Papua Barat.

Apalagi sejumlah negara lain, seperti Korea maupun Cina saat ini sudah mulai meninggalkan pembangkit listrik dengan bahan bakar batu bara, sebab suatu saat batu bara ini akan habis. Oleh karena itu, negara-negara tersebut kini mulai mengembangkan pembangkit listrik dengan tenaga atau bahan bakar alternatif yang terbarukan, terutama dengan pellet kayu atau wood chip yang mengandung kalori tinggi, seperti halnya Kaliandra.

Mengapa Kaliandra ini yang dipilih? Sebab, budidaya Kaliandra di Indonesia ini bisa dilakukan secara terpadu. Selain batang kayunya dimanfaatkan untuk bahan bakar untuk dibuat pellet kayu atau wood chip dan bahan bakar untuk pembangkit listrik, daunnya juga bisa dimanfaatkan untuk pakan ternak, khususnya kambing jenis domba. Tidak hanya itu, tanaman Kaliandra yang bisa berbunga sepanjang tahun ini, juga bisa dimanfaatkan sebagai pakan lebah madu, sehingga dalam satu area kebun Kaliandra bisa dipadukan  dengan  budidaya lebah  madu, khususnya dari jenis ApisCerana maupun ApisMaliferra.

Tanaman Kaliandra ini juga mampu hidup di daerah atau lahan kritis, sehingga sangat cocok untuk dikembangkan di lahan-lahan tidur, bahkan bisa menjadi tanaman perintis untuk daerah-daerah bekas pertambangan. Intinya, tanaman ini bisa hidup dalam kondisi yang sulit hingga ketinggian mencapai  1.800 meter dari permukaan air laut, tanaman ini hanya butuh sinar matahari, air dan zat hara. Dalam kondisi  minim zat hara, Kaliandra Merah masih bisa tumbuh, walaupun tidak seoptimal jika dibandingkan di lahan yang subur.

Meski mudah dibudidayakan, namun untuk membuatnya menjadi satu bentuk perkebunan terpadu dalam skala yang cukup besar agar bisa menghidupi pembangkit listrik dengan kekuatan 2 Mega Watt secara kontinyu, tentu butuh persiapan managemen pe­ngelolaannya. Oleh karena itu, 22 orang calon manager yang dikirim dari masing-masing grup Jawa Pos, termasuk Cenderawasih Pos/Radar Sorong  untuk wilayah Papua, dilatih secara khusus di Jakarta dan di Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW) Sukabumi, selama hampir sepekan kemarin.

Di Jakarta, calon manager proyek Kaliandra terpadu ini diberikan pemaparan terkait rencana bisnis dan proyek sosioprenur oleh  Direktur PT SDI (Sosiopreneur Demi Indonesia) Rida K Liamsi (salah satu pendiri Jawa Pos) dan  Bis­nis Model Perkebunan Kaliandra Terpadu, Konsep dan strategi pengembangannya. Ge­rakan sosiopreneur atau usaha dengan kreatifitas yang melibatkan masyarakat banyak ini, diharapkan bisa membantu masyarakat dalam meningkatkan kesejahteraannya, sehingga perlu dilakukan di seluruh wilayah Indonesia, terutama daerah yang masih sulit dan terbelakang.

Setelah penyampaian sejumlah materi tersebut, peserta menuju ke Gunung Walat Sukabumi. Perjalanan dengan bus ini memakan waktu hampir 5 jam. Dengan kondisi jalanan yang sering macet, rombongan baru tiba jam 9 malam. HPGW yang dikelola Institut Pertanian Bogor (IPB) ini memang luar biasa. Daerah yang dulunya lahan terbuka, sejak dikelola oleh IPB tahun sekitar tahun 1951, kini lahan seluas 359 hektar itu menjadi hutan yang sangat lebat. Batang pohon pinus maupun agatis menjulang tinggi hingga 25-30 meter, hal ini membuat Gunung Walat terasa dingin, apalagi pada malam hari.

Sejumlah fasilitas disediakan di HPGW, mulai dari aula pertemuan dengan kapasitas 500 orang, ruang kuliah, tempat penginapan, bangunan joglo (rumah adat jawa) yang cukup luas untuk  tempat makan dan sejumlah fasilitas lain. HPGW ini dikelola secara baik sehingga mampu menutup biaya operasional yang cukup besar. Selain menyediakan paket pendidikan baik dari sekolah-sekolah maupun perguruan tinggi, HPGW juga menjadi tempat penelitian sejumlah universitas dari luar negeri, baik Cina, Korea, Jepang, Jerman, Amerika dan sejumlah negara lainnya.

Satu hal yang menarik, di HPGW ini diterapkan aturan zerocutting atau tidak ada penebangan pohon. Bahkan, meski ada pohon yang tumbang karena usia, juga tidak boleh diambil, dibiarkan begitu saja sebagaimana proses alam yang terjadi. Hasil getah pinus dan damar yang dihasilkan dengan memberdayakan masyarakat sekitar  juga mampu menghasilkan Rp 2 Miliar dalam setahun, belum lagi mendapatkan kompensasi carbon trade dari sejumlah negara maju lainnya.

Di beberapa titik di lereng Gunung Walat ini, juga ditanami pohon Kaliandra yang sudah dikembangkan sejak tahun 1978. Kaliandra ini ditanam di daerah lereng, karena selain pertumbuhannya yang cepat, pohon  ini juga mempunyai batang yang  keras dan perakaran yang kuat mencengkeram di dalam tanah. “Sebagian tanaman Kaliandra ini dulu pernah terbakar, tapi ternyata bisa tumbuh tunas dan hidup lagi,” ungkap Prof. Andi Sukendro, dosen IPB yang memandu pelatihan Kaliandara di Gunung Walat.

Untuk menuju lokasi penanaman Kaliandra ini, memang peserta harus berjalan naik turun di Gunung Walat, sebab tanaman ini digunakan sebagai tanaman buffer di daerah batas antara Hutan Gunung Walat dengan masyarakat. Menariknya, meski batang Kaliandra ini bisa dijadikan bahan bakar, namun tidak ada yang masyarakat di sekitar Gunung Walat yang menganggu atau menebangnya.

“Mereka (ma­syarakat.red) su­dah tahu, kalau ada yang kita tebang mereka tahu itu, kita gunakan untuk penelitian.Yang penting jangan ditinggal sembarangan,” ujar Prof. Andi Sukendro yang meminta seluruh batang Kaliandra dewasa yang diambil sampelnya untuk dibawa semua.

Di kebun Kaliandra Gunung Walat ini, tanaman Kaliandra yang berusia dua tahun ini tingginya sudah mencapai sekitar 4-5 meter. Berat batang kayu yang dihasilkan dalam satu rumpun bisa mencapai rata-rata sekitar 8-10 kg, bahkan ada juga yang sampai 13 kg, dalam dua tahun. Artinya dalam waktu satu tahun satu tanaman kaliandra ini diperkirakan  bisa menghasilkan kayu minimal 5 kg/pohon.

Dengan kalkulasi dari berat batang kayu yang dihasilkan ini, menghapus keraguan dari referensi hasil perkebunan kaliandra di Bangkalan Madura yang sebelumnya hanya menghasilkan  sekitar 20 ton/hektar dalam satu tahun. Sebab, dengan pola  penanaman  1×1 meter, atau 10.000 pohon/hektar, ternyata hasilnya bisa mencapai 50 ton dalam satu tahun, karena Kaliandra yang dibudidayakan dengan baik bisa menghasilkan  rata-rata bisa mencapai 5 kg/pohon bahkan lebih dalam satu tahunnya.

Menariknya, tanaman Kaliandra ini setelah ditebang bisa tumbuh tunas baru yang bisa dipanen kembali dalam rentang waktu 6-7 bulan. Bahkan, dari beberapa literature menyebutkan, bahwa Kaliandra ini bisa tumbuh hingga 10 tahun, bahkan bisa lebih bila kondisi tanahnya sangat optimum.

Untuk memaksimalkan perke­bunan Kaliandra terpadu ini, maka calon manager proyek Kaliandra Terpadu ini, juga dibekali dengan berbagai ketrampilan bercocok tanam.  Karena, para peserta ini memiliki back ground pendidikan yang tidak berkaitan dengan silvikultur atau budidaya tanaman kehutanan, maka juga dibekali teori layaknya mahasiswa. Yakni, menyangkut teori tumbuh pada suatu tanaman,  sirkulasi air di alam, hingga praktek proses pemilihan bibit, penyemaian dan penanaman pohon Kaliandra

Hal  ini sangat penting, mengi­ngat para calon manager ini nanti akan berhubungan langsung dengan masyarakat, dan memperkenalkan satu program yang baru. Oleh karena itu, agar sustainable atau tetap tersedia bahan bakar  untuk pembangkit listrik dengan kekuatan 2 MW,mesin  yang membutuhkan sekitar 30 ton/hari maka dibutuhkan paling tidak 220 hektar untuk ditanami Kaliandra ini. Dengan penjadwalan yang teratur, mulai dari massa tanam hingga masa panen, maka pembangkit listrik dengan bahan bakar Kaliandra ini akan terus menyala menerangi masyarakat di sekitarnya

Selain mendapatkan materi pelatihan menyangkut budidaya Kaliandra, calon manager proyek Kaliandra Terpadu ini juga dibekali dengan ketrampilan budidaya lebah madu. Dimana lebah madu ini bisa menjadi sumber penghasilan tambahan, tanpa harus membutuhkan banyak waktu untuk perawatannya.

Belajar teori dan langsung praktek dijalani para peserta pelatihan di Gunung Walat Sukabumi. Dengan sejumlah fasilitas yang tersedia di Hutan Pendidikan milik Institut Pertanian Bogor ini, memudahkan para peserta dalam mempelajari segala sesuatu terkait rencana pengembangan Perkebunan Kaliandra Terpadu.

Setelah sebelumnya diberikan bekal menyangkut proses budidaya Kaliandra, mulai dari pembibitan, penyemaian, pengolahan lahan, hingga panen di kebun Kaliandra, para peserta juga diberikan pelatihan tentang budidaya lebah madu. Untuk pelatihan budidaya lebah madu ini, PT Sosiopreneur Demi Indonesia mendatangkan sejumlah pakar lebah madu yang rata-rata sudah puluhan tahun berpengalaman dalam budidaya lebah madu ini.

Menurut Muhamad Chandra, pakar lebah madu yang juga pensiunan karyawan Perhutani ini,  lebah madu di dunia  ada 9 jenis, namun yang bisa dibudidayakan hanya empat jenis. Namun yang umum dibudidayakan masyarakat di Indonesia, hanya jenis lebah madu local Apis Cerana dan jenis lebah madu Eropa Apis Malifera.Untuk jenis yang kedua ini memang sulit untuk budidayakan, namun lebah madu yang dihasilkan jauh lebih besar dari lebah lokal Apis Cerana, karena ukurannya yang jauh lebih besar.

Untuk pengenalan budidaya lebah madu ini, selain diberikan pengetahuan tentang jenis lebah madu, juga diberikan penjelasan terkait keberadaan lebah dalam satu koloni/kelompok, yakni madu ratu (queen), lebah jantan (drone), maupuan lebah pekerja (worker). Dari pelatihan ini, banyak yang baru tahu bahwa dalam satu koloni lebah ini hanya terdapat satu ratu, ratusan pejantan, dan ribuan lebah pekerja.

Meski terkesan menakutkan berdekatan dengan lebah madu, namun setelah mengetahui biologi lebah ini, budidaya lebah tidak lagi menakutkan. Pasalnya, lebah madu yang mempunyai sengat ini hanya lebah jenis pekerja atau lebah betina. Mereka juga tidak akan sembarang menyengat bila tidak terpaksa. Sebab, sekali menyengat, mereka akan mati.

Sementara untuk lebah pejantan ini, meski badannya terlibat lebih besar dari lebah pekerja dan terkesan sangar dengan ukuran mata yang relatif besar, namun ternyata tidak memiliki sengat. Sebab, tugasnya hanya kawin dengan lebah ratu. Seperti halnya lebah pekerja/betina yang  mati setelah menyengat, lebah jantan ini pun akan mati bila sudah kawin dengan lebah ratu.

Lebah ratu yang mempunyai ciri, memiliki badan yang paling besar, dengan bagian perut memanjang yang jauh lebih panjang dari sayapnya, ternyata hanya bertugas untuk bertelur di sarang. Lebah ratu yang sering dikerubuti lebah pekerja dan pejantan ini, ternyata satu kali proses perkawinan bisa melakukannya dengan sekitar 17 pejantan.

Proses perkawinannya pun sangat menarik, karena terjadi sambil terbang di udara bebas. Tak heran jika, lebah pejantan ini memiliki mata yang lebih lebar yang memudahkan untuk melakukan perkawinan di udara. Setelah proses perkawinan ini, lebah ratu akan terus bertelur hingga ribuan di sarang yang telah disiapkan lebah pekerja.

Menurut Kasno ahli lebah madu dari Jawa Timur bahwa dalam satu koloni lebah ini, masing-masing jenis lebah ini memang mempunyai pola kerja  yang teratur dan pembagian tugas yang jelas. Bahkan, setiap tingkatan usia dari lebah ini juga sudah memiliki tugas masing-masing secara spesifik. Seperti halnya lebah muda, yang bertugas sebagai pembersih sarang. Lebah pekerja bertugas membuat sarang, mencari makan dan menyuapi ratu. Lebah jantan hanya bertugas untuk mengawini ratu.

Menariknya, jenis makanan yang diberikan kepada lebah ratu ini berbeda dengan jenis lebah pekerja atau pejantan. Bila lebah pekerja atau pejantan hanya diberi makan madu  yang mengandung pollen dan nectar, khusus ratu ini diberikan makan jenis Royal Jelly. Dengan jenis makanan ini,  seekor lebah ratu ini bisa bertahan hidup hingga 3-5 tahun. Sementara lebah yang lain hanya sekitar 60 hari.

Oleh karena itulah, royal jelly ini diyakini bisa meningkatkan vitalitas dan dipercaya membuat awet muda dan panjang umur. Untuk memperbanyak koloni, para perserta juga diberikan rahasia bagaimana memproduksi lebah jenis ratu. Yakni dengan merekayasa sarang dan memberikan pakan dari jenis royal jelly terhadap larva lebah yang ditaruh dalam sarang ratu. Sarang untuk lebah ini berbeda dengan lainnya, bila betina berbentuk heksagonal ke arah samping dan jantan berbentuk lingkaran, namun untuk ratu ini sarang menghadap ke bawah dengan ukuran yang lebih besar.

Keberadaan lebah madu di alam ini ternyata juga memiliki peran penting. Pasalnya, selain mencari nectar maupun pollen sebagai bahan pembuat madu, lebah madu ini juga membantu proses penyerbukan pada tanaman. Tak heran, jika keberadaan lebah ini membantu meningkatkan produktivitas tanaman, seperti rambutan, durian, kopi, dan berbagai jenis tanaman berbunga lainnya.

Bahkan di sejumlah negara maju, seperti di Eropa,  termasuk juga di Cina, lebah ini bisa digembalakan, bahkan disewa para petani untuk membantu meningkatkan produktifitas pertanian mereka. Hal ini juga sudah mulai dilakukan oleh peternak lebah professional di Jawa, yang selalu menggembalakan lebah yang mencapai ratusan koloni ini ke sejumlah daerah yang memiliki potensi tanaman berbunga, seperti kopi, rambutan, mangga, alpukat termasuk perkebunan Kaliandra yang juga sudah dikembangkan di Gunung Arca Jawa Barat. “Jadi sebenarnya lebah ini mempunyai peran yang sangat penting di dunia ini, tanpa lebah produktifitas pertanian akan turun. Jadi bisa dikatakan kalau lebah ini punah, maka kehidupan di dunia ini juga bisa kiamat,” ujarnya.

Oleh karena itu, dengan rencana pengembangan Perkebunan Kaliandra terpadu ini, diharapkan bisa kembali me­ningkatkan budidaya lebah madu di Indonesia yang turun drastis dalam lima tahun terakhir ini.

Menurut Muhammad Chandra, koloni lebah di Indonesia ini turun drastis sejak tahun 2009. Dimana dari data Perhutani pada tahun 2008 menyebutkan  masih ada 336.969 koloni, dan turun menjadi hanya 13.392 koloni pada tahun 2009. Bahkan data terakhir tahun 2011,hanya tinggal 8.634 koloni.

Penurunan jumlah koloni lebah ini, tentu saja juga berdampak pada penurunan produksi madu secara nasional. Dimana pada tahun 2008, produktifitas madu masih mencapai 7.690 ton dan turun menjadi 1931,62 ton pada tahun 2009. Tahun 2010 turun lagi, hingga hanya mencapai 15,4 ton, tahun 2011 kembali meningkat meski hanya 107,94 ton.

“Salah satu faktor penurunan ini, karena pembinaan terhadap peternak lebah madu ini kurang. Dimana sebelum tahun 2009 itu, masih ada kepala bidang yang khusus menangani masalah lebah, namun sejak tahun 2009 di Kementerian Kehutanan  sudah dilebur dengan bidang penanganan hasil hutan, sehingga tidak intensif lagi pembinaan lebah madu ini,”ujar Chandra.

Oleh karena itu dengan adanya rencana pengembangan perkebunan Kaliandra yang dipadukan dengan lebah madu ini diharapkan bisa membantu meningkatkan produktivitas madu secara nasional. Sebab, bunga Kaliandra yang muncul sepanjang tahun ini bisa menjadi bahan makanan bagi lebah madu.

Selain belajar budidaya Kaliandra dan lebah madu ini, para calon manager proyek perkebunan Kaliandra Terpadu ini juga mendapatkan materi tentang gerakan sosioprenur lain yang digagas Dahlan Iskan. Yakni, program kemandirian pangan sehat menuju kesejahteraan sosial ekonomi.

Program ini sementara baru akan diujicobakan kepada para petani di Pulau Jawa. Menurut Nahum Eka Wanda, koordinator program kemandirian pangan, bahwa sasaran program ini adalah 70 kepala keluarga  petani miskin untuk mengelola lahan seluas 5 hektar. Dimana, ditargetkan setiap KK harus mendapatkan penghasilan Rp 2 juta/bulan.

“Saat saya dapatkan tugas ini dari Pak Dahlan Iskan, saya katakan ini Mission Imposible, tidak mungkin.Tapi saya tetap terima. Saya ajak teman-teman untuk berpikir di luar kebiasaan, dan saya akhirnya temukan pola tanam di masyarakat, yang saya yakin bisa mendapatkan Rp 2 juta/kk bahkan lebih,” ujarnya optimis.

Pola tanam yang dimaksudkan adalah pola tanam dengan system organik tidak lagi menggunakan pupuk kimia. Di samping itu, dengan lahan pertanian seluas 5 hektar itu tidak hanya ditanami padi, tapi juga sayur-sayuran, bahkan budidaya ikan lele. “Jadi petani tidak hanya menghasilkan uang dari panen padi, tapi bisa mendapatkan uang setiap hari dari panen sayuran,” terangnya.

Sementara itu Direktur PT Sosiopreneur Demi Indonesia (SDI) Rida K Liamsi menegaskan bahwa program Perkebunan Kaliandra Terpadu ini harus tetap jalan. Meskipun ada daerah yang sulit, tetap harus dicoba, termasuk di Papua. Dimana Dahlan Iskan sendiri akan mencanangkan GSDI (Gerakan Sosioprenuer Demi Indonesia) ini di Batam bulan Nopember 2013 mendatang. Diharapkan mulai Januari 2015 mendatang, semua sudah mulai serentak penanaman Kaliandra ini di seluruh Indonesia.“Harus kita mulai serentak, walaupun baru satu batang, harus mulai kita tanam,” ujarnya optimis. (**/fud)

Sumber: Radar Sorong

Galeri Foto klik di sini

Unduh berita klik di sini

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*