Fieldtrip Koordinator Nasional OISCA Indonesia - OISCA Training Center Sukabumi

Gunung Walat, Sukabumi –  Fieldtrip Koordinator Nasional OISCA Indonesia yang difasilitasi oleh OISCA Training Center Sukabumi telah berlangsung dari tanggal 7 – 8 September 2018 di Hutan Pendidikan Gunung Walat, Sukabumi.

Hutan dan gunung merupakan satu kesatuan karena jika tidak ada hutan di gunung maka fungsi ekosistem yang lain akan terganggu. Hal ini yang membuat NGO asal Jepang bernama OISCA (Organization for Industrial and Cultural Advancement) dan Tokio Marine Nichido Mangrove Project mengadakan studi banding di Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW).

Bertemakan Rapat Koordinasi Nasional OISCA Mangrove Project, kegiatan ini diikuti oleh 18 koordinator alumni OISCA Training Center Sukabumi yang tersebar di daerah hutan mangrove Pulau Jawa yakni Pamekasan, Pati, Jepara, Demak, Indramayu dan Pemalang.

“Penanaman mangrove nya ini kita sudah menanam 3000 ha lebih,  koordinator di setiap daerah itu setiap satu tahun sekali berkumpul untuk melaksanakan pertemuan membicarakan permasalahan di lapangan. Para koordinator melaporkan kegiatan selama satu tahun supaya antar sesama koordinator bisa sharing apakah ada permasalahan atau tidak. Selain pertemuan di OISCA Sukabumi, para koordinator juga kita bawa untuk studi banding di bidang lingkungan supaya wawasan mereka lebih luas lagi,” ujar Ada Nakagaki, perwakilan Program Officer OISCA Internasional untuk Indonesia bidang CSR, saat ditemui di lokasi kegiatan.

Menurutnya alasan dipilihnya Gunung Walat untuk fieldtrip adalah dari informasi yang di dapat dari pengunjung. Hasilnya selain menambah wawasan perihal fungsi perlindungan hutan di Gunung Walat, para peserta dapat mempelajari hasil hutan bukan kayu yang ternyata dapat menjadi Alternatif sumber pendapatan, menggunakan sistem memberdayakan masyarakat sekitar hutan.

“Jadi mereka (koordinator) bisa belajar tentang hutan gunung, tentang bagaimana caranya bahwa lahan yang dulu tidak ada hutan sekarang sudah ada. Kepedulian masyarakatnya begitu tinggi dan hasilnya bisa kita lihat saat ini. Kegiatan ini membuat terkesan sekali para koordinator karena baru melihat hasil-hasil dari hutan yang non kayu seperti getah damar dan getah pinus, saya juga baru pertama kali tahu bahwa dari pohon pinus bisa diambil getahnya, saya kira hanya dari pohonnya saja seperti mengeluarkan oksigen. Jadi ini pengalaman yang baru untuk koordinator kami, tetapi ini pelajaran penting bagi mereka mengambil ilmu dari sini untuk diterapkan di hutan mangrove,” imbuhnya.

Ibu Ada (sapaan akrabnya) menjelaskan selama mengikuti kegiatan studi banding di Gunung Walat, keragaman fungsi hutan bukan hanya dari kayunya, keanekaragaman tumbuhan di tengah hutan juga menjadi kesan tersendiri bagi para peserta.

“Kita tadi jalan di tengah hutan dan melihat agroforestri, tanaman obat-obatan, jadi disitulah salah satu pelajarannya, dan kami mengucapkan banyak terima kasih,” tutup Ibu Ada yang telah menetap di Indonesia dari tahun 2000.

Di sela-sela kegiatan, para koordinator juga diajak untuk menelusuri goa Karst Cipereu, dan ini merupakan pengalaman luar biasa karena mereka baru pertama kali menjelajahi goa yang masih alami. Selain itu mereka juga diajari bagaimana cara membuat kerajinan tangan seperti pembuatan gantungan kunci dari hasil turunan getah pinus, dan ini juga pengalaman menarik karena ilmunya bisa diterapkan ketika sudah kembali ke daerah masing-masing.

[pty]

Galeri Foto klik di sini

Unduh berita klik di sini

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*